Gege Mengejar Cinta : Mencintai atau Dicintai

sabtu bersama bapak, jomblo, gege mencari cinta, resensi gege mencari cinta, adhitya mulya

Cover Gege Mengejar Cinta
(Sumber Foto : Klik Di Sini)

Dasarnya cinta wanita itu adalah perasaan ingin disayangi.
Dasarnya pria, adalah perasaan ingin memiliki.

Damn its true.

Kalimat di atas merupakan ucapan yang dilontarkan Gege kepada Tia dari novel berjudul Gege Mengejar Cinta. Sebuah novel kedua karya Adhitya Mulya setelah Jomblo dan merupakan karya yang dibuat sebelum novel yang baru saja difilmkan dan beredar di bioskop beberapa waktu yang lalu yaitu Sabtu Bersama Bapak. Oke, balik lagi dengan ucapan Gege, saya dapat bilang bener banget ucapannya tersebut – setidaknya itu menurut saya. Entah hal tersebut sudah kodrat atau apa, seorang pria kebanyakan lebih suka memperjuangkan untuk merebut hati wanita yang dicintainya walau wanita tersebut enggan menyapanya dan bahkan lupa akan namanya, ketimbang memilih mencoba mencintai wanita yang sudah jatuh hati kepadanya. Dan sebaliknya bagi wanita, dia akhirnya mau memilih pria yang menyayanginya alih-alih berjuang mendapatkan hati pria yang ia sayangi namun sayangnya tidak menyayangi dia balik.

Seolah menjadi sebuah mindset juga bahwa pria terlahir untuk mengejar wanita, sedangkan wanita tercipta untuk memutuskan apakah pria yang mengejarnya tersebut layak untuknya. Pria memilih dan wanita yang memutuskan. Jika yang sebaliknya terjadi yaitu wanita yang mengejar pria, maka biasanya pria akan menjadi ilfeel duluan terhadap wanita yang mereka anggap agresif – dan sekali lagi itu menurut saya dan dari penuturan beberapa kawan pria saya. Dan berkebalikan dengan pria, kebanyakan wanita pun enggan untuk memperjuangkan pujaan hatinya yang selalu hadir dalam mimpinya, karena apa?, karena gengsi. Ya, lidah wanita selalu terhalang besarnya gengsi untuk menyatakan ketertarikannya kepada seorang pria, dan lebih memilih menyimpannya dalam hati (dan berharap si pria tahu isi hatinya :p)

Ucapan Gege terhadap Tia itulah yang menjadi tema besar yang diangkat pada novel Gege Mengejar Cinta. Bagaimana seorang pria yang berusaha mengejar wanita impiannya  yang bahkan tidak ingat akan namanya, namun disisi lain ternyata terdapat wanita yang sayang kepada dirinya apa adanya. Sebenarnya tema yang diusung sangat sederhana – sudah banyak diangkat sejak minuman Ale-Ale bahkan belum sempat terfikir untuk dibuat, namun kemampuan sang penulis menyajikannya secara menarik, tidak biasa, lucu, serta dengan ending yang cukup mengejutkan, membuat novel ini sangat rekomen untuk dibaca.

Untuk kisahnya sendiri, novel ini bercerita mengenai Gege, seorang pria berusia 27 tahun yang bekerja sebagai seorang produser di sebuah radio bernama Hertz. Kehidupannya normal-normal saja, dia lalui hari-harinya dengan bekerja seperti biasa bersama kawan-kawan satu kantor yang kelakuannya tidak lebih konyol dari dirinya. Diantara kawan-kawannya tersebut, ternyata terdapat seorang wanita bernama Tia yang memendam rasa kepada Gege. Gege sendiri digambarkan sebagai sosok yang jauh dari kata ganteng. Dia berperawakan gendut dengan tingkah laku yang kadang-kadang mendekati orang sarap. Tapi justru itulah yang membuat Tia jatuh hati pada Gege. Namun apa daya, gengsi Tia yang besar membuat lidahnya kelu dan beku, hingga tak pernah terucap pernyataan suka kepada Gege. Semuanya ia simpan dalam hati, sambil berharap Gege suatu hari nanti bakalan tahu isi hatinya.

Kehidupan terus berjalan sebagaimana biasanya bagi Gege dan Tia. Gege sibuk dengan kerjanya sebagai produser, dimana salah satunya memproduseri sandiwara radio yang dipersiapkan menyambut HUT Kemerdekaan RI, begitu juga dengan Tia yang sibuk menjadi salah satu pengisi suara pada sandiwara radio tersebut ditambah dengan sibuk menata gemuruh hatinya terhadap Gege. Sampai suatu waktu, keadaan status quo berubah ketika secara tidak sengaja Gege melihat Caca – seorang wanita yang ia idamkan selama ini, seperti terlihat bekerja di sebuah bank dekat dengan kantornya. Wanita yang selalu ia angankan yang Gege sudah tidak tahu lagi kabarnya dalam beberapa tahun belakangan, kini tepat dalam pandangannya.

Flashback ke masa lalu. Caca merupakan kawan satu sekolah Gege ketika di SMP dan SMA sekaligus juga tetangga depan rumah dan merupakan wanita populer di sekolah. Di mata Gege, Caca adalah sosok wanita sempurna dan pusat jagad raya baginya. Berbagai usaha dilancarkan Gege supaya setidaknya Caca ngeh dengan keberadaan dirinya sambil berharap terdapat keajaiban Caca suka dengannya juga. Namun apa daya, di mata Caca, Gege bagai remah-remah kuaci – tidak penting, bahkan wanita tersebut pernah tidak ngeh bahwa dia bertetangga dengan Gege.

Waktu berjalan hingga akhirnya Caca sekeluarga pindah ke Eropa. Semenjak saat itu, Gege tidak mengetahui kabar Caca. Walaupun fisik Caca telah berlalu dari pandangan, nyatanya hati Gege untuk Caca tidaklah berlalu, karena setelah itu Gege tidak pernah mendekati wanita lain dan masih berharap agar suatu saat nanti bisa kembali bertemu dengan Caca dan mengupayakan cintanya. Sebuah cinta monyet ala anak sekolahan berkembang menjadi sebuah cinta sejati atau mungkin sebuah obsesi Gege terhadap wanita yang bahkan tak pernah benar-benar ingat akan namanya.

Hingga akhirnya, seperti yang diceritakan sebelumnya, Gege kembali melihat pusat jagad rayanya. Semenjak saat itu, setiap istirahat makan siang, Gege selalu melintasi gedung dimana Caca bekerja. Matanya selalu awas melihat gerak-gerik wanita idamannya tersebut sambil mencoba bertingkah secara wajar. Ritual tersebut hampir dilakukan setiap hari bareng dengan kawan-kawan dekatnya seperti Ventha, Eman, termasuk juga Tia. Melihat keadaan ini, membuat Tia cemburu dan blingsatan, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa, karena dia bukan siapa-siapa Gege, dan Gege pun belum tahu isi hati dari Tia.

Hari berganti hari, dan akhirnya Gege pun memantapkan hati untuk mendekati Caca. Skenario awal dirancang bareng Ventha dan Eman, dimana seolah-olah dibuat Gege secara tidak sengaja bertemu dengan Caca. Skenario berjalan kacau, selain karena Ventha dan Eman salah membuka website rujukan cara berkenalan dengan wanita, tetapi juga karena Caca tidak ngeh kepada Gege, dan menganggap Gege orang rese yang sedang mengganggunya, hingga suatu kejadian membuat Caca akhirnya dapat mengingat kembali siapa Gege. Suasana pun cair setelah itu, bahkan Gege akhirnya dapat mengajak Caca makan siang bareng.

Makan siang bareng yang terlaksana setelah itu, memberikan kesan mendalam bagi Caca. Obrolan mengalir tanpa henti, serasa waktu berjalan lebih cepat. Sosok Gege yang humoris namun di satu sisi ternyata juga serius dalam melihat kehidupan, membuat ia nyaman sekaligus menaruh respek kepadanya. Janjian makan siang atau jalan bareng pun sering terjadi semenjak saat itu. Selain karena Caca nyaman mengobrol dengan Gege juga sebagai tameng untuk menghindari serangan cinta dari atasannya yang bernama Joko tanpa D.

Mulai dekatnya Gege dengan Caca, membuat Tia frustrasi dan menyesal. Frustrasi karena ternyata Caca memberikan respon kepada Gege yang tidak pernah ia sangka sebelumnya dan membayangkan bahwa Gege akhirnya mendapat cintanya Caca, dan juga menyesal karena Gege hingga saat ini belum tahu isi hatinya. Tia berandai-andai jika ia sudah mengatakan cintanya kepada Gege, sebelum Gege bertemu Caca, maka mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini, ada harapan dia bisa menjadi pasangan Gege – namun dengan kemunculan Caca, hal itu menjadikannya semakin sulit dan rumit.

Melihat respon positif dari Caca, Gege memutuskan untuk menyatakan perasaan kepadanya. Di sisi lain, Tia juga berancang-ancang untuk mengeluarkan seluruh isi hatinya kepada Gege dan menyingkirkan gengsi yang ada dalam dirinya. Bagaimanakah akhirnya?, apakah Gege mendapatkan cinta Caca?, ataukah Caca menolak Gege kemudian Gege menerima cinta Tia?. Silahkan temukan jawabannya dengan membaca novel ini. Yang pasti ending-nya cukup mengejutkan.

***

Boleh dibilang saya telat tahu dan telat membaca novel ini. Novel ini dicetak pertama kali tahun 2005 atau 11 tahun silam. Berawal setelah selesai membaca novel Sabtu Bersama Bapak, akhirnya saya kembali mencari di internet buku-buku karya Adhitya Mulya selain Sabtu Bersama Bapak dan juga Jomblo yang saya baca ketika jaman masih kuliah dulu. Berdasarkan hasil penelusuran, buku lain karya sang penulis yang mendapat respon positif yaitu novel Gege Mengejar Cinta. Melihat cetakan pertama yang dibuat 11 tahun silam tersebut, hampir tidak mungkin buku tersebut saat ini tersedia di toko-toko buku besar. Kemungkinan buku tersebut tersedia kalau di Bandung sih kayaknya di Palasari atau di tempat-tempat penyewaan buku. Dan saya akhirnya memilih untuk menyewa buku tersebut di PITIMOSS yang berada di Jalan Banda – Bandung, yang alhamdulillah-nya ternyata masih tersedia. Bagi orang Bandung yang pengen baca novel ini, bisa sewa ke PITIMOSS, dengan catatan harus jadi anggota dulu (syaratnya bayar uang pendaftaran Rp. 20 ribu dan fotokopi KTP kita, tapi harus yang domisili di Bandung alias KTP Bandung), atau dapat baca di tempat, yang terbuka bagi semua orang – tidak terbatas bagi yang sudah jadi anggota saja, atau dapat mencoba ke tempat penyewaan buku lain.

Jika harus memberi nilai, saya akan memberi nilai 3.75 dari skala 5 untuk novel ini. Beberapa poin plus pada novel ini saya sematkan pada ending-nya yang di luar perkiraan, kelucuan pada cerita sandiwara radio, tokoh Eman yang merasa dirinya berbakat membuat puisi padahal mah enggak, terdapat adegan seperti plesetan dari AADC pertama yang waktu itu memang sedang booming – dan menurut saya itu lucu banget, beberapa quote menarik seputar kehidupan dari Gege, serta intinya adalah pengusungan tema yang sebenarnya sangat sederhana tapi menjadi apik karena dikemas dengan jalan cerita yang menarik dan menggelitik. Sedangkan poin negatifnya mungkin terletak pada beberapa joke yang saya anggap lebay dan garing, atau kontradiksi Caca yang selalu shalat tapi juga diceritakan main ke bar, namun walau begitu secara keseluruhan novel ini sangat enak untuk dibaca. Menurut saya, boleh dibilang novel ini merupakan novel paling menarik yang dibuat Adhitya Mulya, dibandingkan dengan Jomblo ataupun Sabtu Bersama Bapak, dan berharap untuk diangkat ke layar lebar.

4 thoughts on “Gege Mengejar Cinta : Mencintai atau Dicintai

    • Hehehe ….. sama, saya malah tahu PITIMOSS baru sekarang-sekarang ini dari temen. Koleksi bukunya lumayan lengkap dan bagus-bagus. Dulu biasanya ke Zoe Corner (tapi lihatnya kebanyakan komik), dan beberapa kali ke Kineruku (bukunya berat-berat bahasannya kayak text book).

Leave a comment